Minggu, 25 Desember 2016

Cerita Bagaimana saya Berhenti Merokok

Kali ini saya akan menulis kenapa saya berhenti merokok.
Jadi dulunya saya termasuk perokok kelas bantam. Hehe, kelas bantam menurutku ini jadi kategori sedang. Perokok berat bukan, perokok ringan juga bukan. Saya mulai menghisap rokok sejak SD. Dulu waktu sama temen2 sepermainan di kampung. Biasanya main bergerombol dengan teman seusia. Yang namanya anak-anak pasti rasa pingin taunya besar, begitu juga dengan rokok. Waktu mencoba berbagai merk rokok maka yang paling disukai waktu adalah rokok kansas mint. Karena rasanya yang seger di mulut kali ya... Dulu waktu merokok kami mencari tempat yang paling aman dari pantauan orang tua. Sering kami merokok di pinggir sungai, bahkan habis ngaji malam gitu kami merokok sambil naik diatas pohon gitu. Kebiasaan itu lama kelamaan kami jalani, meskipun tidak tiap hari. Tapi kami selalu melakukan. Dan bahkan ketika ada teman yang sudah dikhitan kami anggap sebagai yang sudah dewasa. Biasanya di tempat teman yang dikhitan diadakan arisan buat anak kecil, semacam menyumbang buatbyang dikhitan. Kami menyebutnya arisan waktu itu. Disitulah kesalahan tuan rumah memberi hidangan rokok kepada anak anak yang masih kecil. Dan tanpa ampun mereka akan menghabiskan rokok yang dihidangkan tersebut.
Usia smp saya sudah mengurangi intensitas rokok, tapi bukan berarti tidak pernah sama sekali. Usia ini saya sudah gak begitu sering main sama teman seusia di lingkungan rumah. Usia SMA mulai kembali, mungkin ada perasaan sudah dewasa dan sudah berani merokok di depan umum makanya merokok menjadi suatu kebiasaan pembuktian diri kepada masyarakat bahwa saya sudah besar. Tanpa mengetahui bahwa rokok tersebut merupakan candu yang sulit dilepas nantinya. Saya sudah berani merokok di depan umum, meskipun belum berani di depan orang tua. Intensitas menghisap rokok sudah meningkat, selera merk rokok juga sudah punya. Padahal disitu letak candu dimulai. Kebiasaan setelah makan harus merokok, ungkapan teman kalau habis makan tidak rokokan seperti ditampar mertua perlahan lahan sudah menjadi ungkapan yang punya syarat akan ketergantungan cengan rokok. Hingga saat kuliah S1 saya sudah berani merokok di depan orang tua. Sungguh rokok sudah menjadi kebiasaan individu yang menjadi budaya masyarakat. Teman teman saya kebanyakan merokok, sampai yg tidak merokok biasanya saya ejek. Tapi ya begitulah, ketika tidak punya uang atau lagi kehabisan rokok di tengah malam dan pada waktu itu belum ada indomart atau toko yang buka sampe malam, maka kadang puntung rokok menjadi "emas" di tengah malam saat kehabisan rokok apalagi lagi lembur tugas. Kebiasaan itu berlanjut sampai saya menempuh s3.
Cerita berhenti merokok saya ketika akhir februari 2016, tepatnya tgl 29. Saya lagi di Lombok untuk mengerjakan program dari dinas. Ketika disana saya lagi sakit meriang, panas, flu, batuk. Ketika lagi meriang saya mencoba untuk merokok yang masih tersisa di bungkus dari pembelian hari sebelumnya. Namun saat merasakan rokok tersebut rasanya hambar, tidak enak dan saya tidak menikmati rokok itu. Hingga terpikirkan oleh saya mungkin ini waktu yang tepat untuk berhenti. Hal ini mungkin juga didasari oleh perasaan jenuh terhadap kegiatan merokok selama yang saya alami. Sehingga saya pada hari itu juga berniat untuk berhenti. Ketika masih di Lombok, kondisi badan sudah mulai membaik. Kalau dulu, ketika badan sudah mulai membaik maka rokok menjafi pelamoiasan atas kondisi sebelumnya yang tidak enak merokok. Tetapi kali ini saya harus melawan rasa itu, dan alhamdulillah sejak 1 maret 2016 sampai saat ini saya menulis di blog hari ini (25 desember 2016) belum pernah mencicipi rokok lagi. Meskipun teman teman mencibir atau mengejek saya karena tidak merokok tetapi saya sudah mempunyai tekat yang bulat untuk berhenti. Sampai akhirnya bapak saya juga ikut berhenti. Yang saya rasakan ketika berhenti merokok yaitu, di dada lebih fresh dan lebih segar. Dulu waktu masih merokok di dada itu rasanya panas. Untungnya saya tidak pakai terapi berhenti merokok seperti yang banyak orang lakukan, sekali berhenti ya berhenti.  Juga saya tidak ada penyakit yang menyebabkan berhenti merokok seperti sakit jantung atau paru-paru. Semua itu saya anggap sebagai karunia aja, meskipun didalamnya ada tekatan dari pribadi untuk berhenti merokok. Tulisan ini bukan untuk mengajak anda berhenti merokok, cuma saya gunakan ketika ada orang tanya kenapa kok bisa berhenti merokok. Maka akan saya suruh untuk membaca blog saya ini daripada saya harus menjelaskan panjang lebar, tapi dari dalam pribadi mereka tidak niat berhenti. Karena saya memahami bahwa candu dari rokok itu emang luar biasa susah ditinggalkan, jadi menyuruh orang berhenti merokok itu kadang perbuatan tidak berguna, malahan itu akan menjadi bomerang bagi penyuruh karena akan mendapat alasan alasan yang diluar sepemahaman penyuruh.

Tidak ada komentar: